Jumat, 04 Maret 2016

WARKOP, ANTARA MAU NGOPI ATAU CARI WIFI

Sudah tidak bisa dipungkiri, kalau jaman sekarang internet mungkin sudah bisa disebut kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, jaringan. Internet bisa jadi momok candu setelah narkoba, karena ketika sehari saja seorang terpisahkan dari gadgetnya, sakau bisa datang kapan saja. Internet telah mengubah tatanan pepatah "hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga, bagai sayur tak bergaram", itu dulu, yang terjadi sekarang menjadi hidup tanpa cinta, bagai smartphone tak berquota, hai begitulah kata pengunggah. Tolong jangan dibaca sambil nyanyi

Yeah, internet 10 tahun belakangan memang sudah berkembang pesat di Indonesia, pasti terasa bagi yang dulu pengguna MIRC (forum chat) dan FRIENDSTER. Bedanya mungkin pada kecepatan jaringan, fitur-fitur yang makin simpel, media sosial yang tambah beragam, dsb. Dulu internet cuma bisa alay-alay dapatkan di warnet, sekolah masih skeptis pada hal ini, dan modem jadi barang mewah dan jarang di kalangan masyarakat. Tapi sekarang lihatlah, warnet tidak lagi jadi tempat memadu kasih antara keyboard dan jari, bahkan di dalam toilet pun kita bisa 'semedi' sambil ber-opera mini. Provider sudah bermurah hati juga bermurah tarif menyediakan signal untuk browsing. Tak cuma signal provider telekomunikasi, juga ada fitur baru yang sangat friendly untuk kita semua, WIFI.

Wireless Fidelity alias WI-FI atau wifi, dibaca waifai atau mainstream menyebut waifi, bukan wifi apalagi waifu, adalah koneksi internet nirkabel alias tanpa kabel, yang menggunakan sinyal radio dengan frequensi tertentu. Wifi ada 2 golongan, LAN yaitu Local Area Network alias kita bisa berhubung antar komputer dalam radius tertentu, juga HOTSPOT yang sudah familiar tentunya, inilah yang dimanfaatkan oleh wirausahawan untuk mendongkrak kepopuleran warkop atau kedai kopi saat ini.

Warkop atau warung kopi sepertinya beda dengan kedai kopi, ibarat motel, wisma dan hotel, semuanya punya kegunaan yang sama, tapi level yang berbeda. Warkop sebut saja tempat ngopi pinggir jalan, biasanya tempat kalangan menengah ke bawah, mulai dari pelajar, mahasiswa, kuli, pengangguran dsb. Lalu Kedai kopi lebih ke tempat yang berkelas, sedikit formal, harganya mahal, tempat alay supaya eksis di kenal.

Keduanya punya kualitas, sensasi, suasana, dan rasa yang beda, tapi punya koneksi WIFI yang sama. Inilah yang menjadi dilema, kemudian diangkat menjadi bagian konflik di film FILOSOFI KOPI. Sang barista punya pendirian kalau tempat untuk ngopi berarti orang-orang datang untuk menikmati kopi, sedangkan pemilik usaha bersikeras bahwa dengan adanya WIFI, akan merangsang orang untuk berlama-lama di kedai kopi.

Ada salah satu scene di film yang menunjukkan ketika beberapa pemuda masuk ke kedai lalu bertanya "ada wifi gak mas?" , lalu pergi setelah tau tidak ada koneksi untuk browsing di sana. Inilah yang banyak terjadi, antara nongkrong sambil ngopi, atau nongkrong buat cari wifi.

Saya belum berani menyebut diri penyuka kopi, karena selama ini cuma sering minum yang namanya kopi kapal air (bukan kopi kapal api karna ini bukan endorse. Kode. Bisa kali). Tapi saya sedikit tau mana kopi dengan racikan asli, serta rasa dan kualitas yang bagus, juga mana kopi bubuk dengan campuran kopi sachet plus susu kental manis sehingga terasa beda. Ada juga warkop yang menamai diri warkop, tapi cuma menyediakan 2 jenis kopi yaitu kopi hitam dan kopi susu, tapi jus buah malah mendominasi, yang penting koneksi lancar, youtube dan torrent jalan tanpa buffering.

Based on true story, saya tinggal di salah satu kota besar di madagaskar, ya Indonesia lah kalo tulisannya begini. Tepatnya kota dengan inisial M. Kota saya adalah ibukota provinsi, dan salah satu kota dalam provinsi tersebut adalah penghasil kopi dengan kualitas setara Agnez Mo, go internasional. Sayangnya ketika saya berkeliling ke kedai ataupun warkop yang punya nama, saya cuma menemukan rasa enak, just enak. Apa yang membuat tempat-tempat itu terkenal? Cuma hanya karena berbekal rasa enak dan koneksi WIFI yang cepat.

Saya sering bertanya pada orang lain, di mana tempat yang punya kopi dengan rasa yang JEGER, dan jawaban yang selalu saya dapati cuma "warkop itu coba, WIFInya juga kencang" , padahal yang saya tanya kopi yang enak, bukan wifi yang enak. Ini seakan membentuk mindset di kalangan banyak orang, bahwa warkop yang bagus, adalah warkop yang wifinya bagus. Kenapa tidak sekalian ganti warkop jadi warfi, warung wifi.

Mungkin ini yang namanya Naif, seakan mencari barang loak di tengah maraknya pembangunan mall. Ini juga yang mungkin dirasakan Ben, barista Filosofi Kopi. Mencoba berdiri kokoh pada perspektif pribadi, dan menutup mata pada perubahan dari hari ke hari.

Tapi usaha untuk tetap mencari warkop dan kedai kopi enak terus saya jalani. Bulan kemarin sempat menemukan kedai yang tempatnya sangat cozy, di dalamnya terdapat rak yang berisi buku juga novel, dan tentu saja koneksi wifi. Untuk rasa tetap sama, walaupun enak tapi saya bisa menemukannya di kopi sachetan dengan beberapa trik ala ilmuwan di film-flim Sci-fi. Saya pernah merasakan kopi yang menurut saya kopi yang paling enak sebima sakti, tapi bukan di warkop atau kedai kopi, ketika itu sedang menemani teman mempercantik vespanya, dan anak dari bapak yang punya bengkel tersebut kemudian menyajikan kopi hitam. Kesan setelah meneguk kopi hitam itu adalah "gile ndro, kopi buatanmu, numero uno"  sambil bergaya ala iklan josextra (kode lagi) yang menghentak gelasnya kedepan supaya minumannya tumpah-tumpah. Roso

Jadi, apakah warkop sekarang masih bisa disebut warung kopi? Pasti pemilik usaha akan menjawab "akan tetap warung kopi ketika masih menyediakan kopi hitam dan kopi susu, wifi hanya faktor pendukung, walaupun prioritas". Sayangnya pertanyaan ini belum saya tanyakan langsung pada para wirausahawan yang bergerak di genre ini, cuma menerka dari apa yang sudah saya lihat jelas. Soalnya kalau nanya langsung, takutnya disiram air seduhan kopi yang masih hangat-hangat bara vulkanik gitu, uuuh hot bingo.

Well well well, kembali ke pandangan anda masing-masing, mau ke warkop untuk nongkrong kek, atau ngerjain tugas sembari memanfaatkan wifi kek, atau mau debus ala Limbad sambil bawa flamingo di pundak kek, semua bisa anda lakukan yang penting anda sudah memesan order sebelumnya. Ngopi sambil WIFI sudah menjadi trend saat ini, keduanya saling mendukung, karena tidak ada yang bisa mengalahkan lamanya menunggu download-an, selain ditemani secangkir kopi, right dude?

Untuk yang terakhir, budayakan setelah minuman habis, pesanlah lagi. Jangan seperti alay-alay yang duduknya 6 jam, pesannya es teh segelas, berisik mirip ibu-ibu arisan PKK. Kaum-kaum seperti ini harus kita karantina disuatu tempat terpencil, trus dijatuhin nuklir dari atas. Supaya tercipta suasana indah berkopi ria, damai dan sejahtera, jayalah Indonesia.

(Yang di atas bukan kutipan mars perindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar