Kamis, 21 April 2016

Myopia

Sampai menginjak SMA, mata saya masih bisa memandang jelas papan tulis dari deretan bangku paling belakang, masih enak menonton film bioskop dari sofa urutan huruf H, juga masih sigap mencari komik langka di deretan rak rental buku. Dengan pandangan yang masih jernih, saya juga dengan bebasnya masih bisa mencuri-curi pandang kepada lawan jenis, lewat yang cantik langsung lirik, lewat yang menarik juga lirik.

Ketika kita masih bisa memandang kejauhan, ada kalanya kita tidak memperdulikan apa yang ada di depan, gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di sebrang lautan terlihat, mungkin inilah yang saya alami, buta pada yang dekat, melihat pada yang jauh.

Beberapa tahun di belakang, saya punya beberapa orang yang bisa dibilang dekat. Saya bukan orang yang terlahir dengan wajah total rupawan, hanya mengandalkan sifat dan pikiran. Dalam sebulan pertama masuk SMA, langsung menerima perhatian dari tiga orang siswi dalam kelas, mereka bilang saya manis dan pintar, lalu tidak jarang mereka cari-cari perhatian, sayangnya saya tidak memberi balasan, saya tidak acuhkan.

Bukan cuma mereka bertiga, ada lima orang senior yang juga dekat dengan saya. Beda dengan yang sepantaran, lima senior ini lebih frontal mengutarakan perasaan, tapi lagi-lagi rasa tidak terbalas, saya beralasan fokus sekolah, padahal punya target sasaran, siswi seangkatan lain kelas.

Inisialnya D, namanya menggambarkan keindahan sesuai parasnya, saya berusaha mendapat perhatian darinya, mencoba dekat dengannya. 2.5 tahun PDKT tapi masih malu mengungkap isi hati, bahkan sampai detik-detik akhir SMA, saya tidak mendapatkan hasil yang maksimal, tidak disambangi oleh Fortuna.

Saya yang saat itu masih bocah, tidak mengerti analogi sebuah taman penuh mawar, yang di mana kau harus memilih satu tangkai dengan bunga terindah, tapi kau hanya bisa mencari kedepan, tidak boleh mundur kebelakang. Saya ibarat si gelap mata yang beranggapan sesuatu yang spesial pasti terletak di bagian dalam, tak acuh dengan barisan mawar di depan taman, tapi semangat mencari kelopak terindah di barisan belakang, bahkan tidak mepedulikan duri yang menusuk badan.

Sesampai di tujuan apa yang saya dapatkan? Semua mawar dengan bentuk yang sama, bunga warna merah, tidak beda dengan mawar di barisan depan taman. Apa yang saya cari di belakang, ternyata sama dengan apa yang terlihat di depan, jika bijak saat awal memutuskan, saya tidak perlu teriris duri yang mengakibatkan luka.

Ketika bersama D gagal, saya masih terus berpetualang asmara, yang kemudian menemukan dua orang bersahabat yang akhirnya saya dekati keduanya, N dan M. Saya lebih dahulu akrab dengan N, dan meminta dikenalkan pada M. Tidak lama berselang, saya sudah banyak membual manis kepada M, kami tidak terikat status, tapi saya sering mengutarakan rasa. Kemudian N kembali datang, saya kembali gontai antara mereka berdua, lalu dengan brengseknya, saya membuang semua janji dan ucapan manis dengan M, dan menjalin hubungan dengan N, yang sayangnya juga tidak berjalan baik, saya hanya menambah daftar menginjak-injak perasaan banyak perempuan, yang sudah baik menerima saya apa adanya.

Sekarang, saya sudah tidak berhubungan dengan semua orang-orang di atas, ada yang sudah lupa, ada juga yang berusaha pergi sejauh-jauhnya, mungkin ini yang namanya hukuman atas kelakuan buruk yang pernah saya lakukan, kelakuan bodoh mempermainkan sesukanya, kelakuan hina main pergi seenaknya.

Itulah mengapa saya menyebut tulisan ini Myopia, bukan hanya tentang mata saya yang sudah mengalami rabun jauh minus 2.0, juga tentang hubungan terhadap orang-orang yang pernah singgah. Dulu saya buta dengan orang-orang terdekat, malah mencari-cari yang jauh di sebrang. Sekarang, saya hanya bisa melihat yang terdekat, yang sayangnya semua telah hilang, mereka semua telah jauh dari pandangan, yang sudah buram dari jangkauan.

Saya cuma berharap suatu saat bisa bertemu dengan mereka, meminta maaf sebesar-besarnya, sedalam-dalamnya. Kemarin saya laki-laki yang buruk, pikiran licik, bersikap pura-pura manis, dan sekarang saya baru sadar itu, jadi inilah saatnya untuk saya menjadi orang yang lebih baik, lebih menghargai perasaan orang, lebih bersikap jadi laki-laki yang sebenarnya, semoga ini menjadi awal untuk bisa jadi sesuatu yang baru.

Monita Tahalea - Memulai Kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar